Saat masih jadi pengangguran, siklus kesibukan gue hanyalah makan, nonton TV, main laptop, dan pup. Tapi sekarang, setelah bekerja di salah satu digital agency di Jakarta, kesibukan gue meningkat drastis. Bahkan saking sibuknya, gue pun dituntut untuk mengerjakan beberapa hal secara bersamaan. Misalnya makan sambil nonton TV, makan sambil main laptop, atau makan sambil pup.

Alhasil karena kesibukan dan ditambah rasa malas gue yang lebih besar dari dada Agung Hercules, gue jadi jarang buka blog. Sampai akhirnya hari Kamis yang lalu, kerjaan di kantor membuat gue membuka akun Google Analytic*.

(*) sebuah tools untuk menganalisa statistik pengunjung website/blog yang kita punya.

Dari Google Analytic, gue jadi tau bahwa dalam satu bulan terakhir, rata-rata pengunjung blog gue menurun. Hal ini otomatis memecut semangat gue untuk bikin postingan baru. Jadi kalau sebelumnya rasa malas gue lebih besar dari dada Agung Hercules, maka saat ini keinginan gue untuk menulis postingan menjadi jauh lebih besar dari dada Melinda Dee Hulk.

Nah di postingan kali ini, gue mau coba me-review 2 buah film yang paling gue tunggu di tahun 2016. Yaitu Suicide Squad dan Anak Jalanan the Movie.....
.
.
.
Gak deng, bercanda. Suicide Squad dan Sabtu Bersama Bapak.

Yaa, emang sih agak telat, karena filmnya pun udah gak tayang lagi di bioskop. Tapi percayalah.. seorang kepala mafia di Brazil pernah bilang : "lebih baik telat bikin review film daripada telat sadar kalau ternyata gebetan juga punya perasaan yang sama kaya kita."

1. Suicide Squad


Sebagai seseorang yang bukan DC fanboy, gue justru baru tau tentang Suicide Squad setelah nonton trailernya yang sempat booming di Twitter. Potongan scene yang menarik, karakter Joker yang lebih modern, dan ditambah backsound dari lagu Bohemian Rhapsody cukup membuat gue berkespektasi lebih terhadap film ini. Walaupun sayangnya, setelah nonton filmnya di bioskop, ada beberapa bagian yang sedikit membuat kecewa.

     - Alur cerita
Dari sisi cerita, Suicide Squad sebenarnya punya opening yang keren. Tapi sampai di tahap pengenalan tokoh, konflik yang ada terkesan gak berkembang dan kurang greget. Sehingga hal ini berefek pada ending cerita yang mudah ditebak.

Padahal menurut gue, cerita adalah salah satu faktor yang paling penting dalam sebuah film. Jadi kalau aja film ini sedikit ditambahkan twist tak terduga atau konfliknya sedikit dibuat lebih rumit --seperti misalnya Harley Quinn yang ternyata punya kerjaan sampingan sebagai beauty vlogger dan dia harus memilih antara bikin video mailtime atau melawan Enchantress-- mungkin ceritanya pun akan menjadi lebih menarik.

     - Tokoh
Sedangkan dari sisi tokoh, penggambaran karakter Joker yang metroseksual tapi tetap psycho di trailernya, justru gak mendapatkan porsi lebih. Padahal gue yakin, di luar sana ada banyak orang selain gue yang juga penasaran dengan Joker versi Jared Leto. Terlebih lagi karena ia pernah mendapat piala Oscar sebagai aktor pendukung terbaik di tahun 2014 lalu.

Mungkin balik lagi karena gue bukan seorang DC fanboy, jadi untuk beberapa karakter, gue merasa latar belakang "mengapa mereka disebut penjahat kelas kakap" masih samar. Seperti misalnya yang paling terasa adalah latar belakang kisah dari karakter Killer Croc.

Di sisi lain, justru penampilan Margot Robbie-lah yang menurut gue terbaik di film ini. Konyol, lucu, manja, cantik, seksi dan psycho semuanya keluar ketika ia memerankan karakter Harley Quinn. Chemistry kuat yang dibangun bersama Joker pun memberikan gambaran unik kisah cinta partner in crime gila yang jarang ditemui dalam film superhero lainnya.

Satu-satunya kekurangan Harley Quinn hanya terletak pada panggilan sayangnya buat Joker, yaitu Puddin'. Sebenarnya gak ada yang salah sih dengan kata tersebut. Tapi gue takut kalau ternyata film ini menginspirasi anak-anak ABG di Indonesia untuk ikut-ikutan manggil pacar mereka dengan sebutan Puddin'. Karena akan jadi gak lucu kalau kedepannya kita menemukan dua anak SMP lagi pacaran di fly over, lalu si cewek bilang : "My puddin, hari ini kita belum melakukan tindak kejahatan bareng-bareng loh. Gimana kalau kita pencetin bel rumah orang di komplek A terus cepet-cepet lari?"

Sungguh kejahatan paling tidak manusiawi yang pernah ada di muka bumi...

     - Lainnya
Meskipun ringan dari sisi cerita, menurut gue Suicide Squad patut mendapat apresiasi dari sisi visual dan music scoring. Pemilihan tone warna yang keren, visual effect yang rapi, dan ditambah dengan soundtrack pengisi film, seperti Bohemian Rhapsody yang dicover Panic! at the Disco serta Purple Lamborghini yang dibawakan oleh Skrillex dan Rick Ross, cukup membuat kekecewaan gue terobati. Jadi secara keseluruhan, film ini akan sangat menghibur jika kita tidak hanya melihat dari sisi cerita saja.

2. Sabtu Bersama Bapak



Di hari lebaran yang lalu, Andra (yang sebelumnya gue ceritain di postingan ini) ngechat gue.
Pohon gandum, pohon cemara
Assalamualaikum, wahai saudara

Pohon inang pohon benalu
Ikan lele ikan patin
Tanpa terasa ramadhan berlalu
Mohon maaf lahir dan bathin

Ada hewan makan besi
Ada yang punya air raksa
Wahai kawan jangan emosi
Kalo pantunnya rada maksa.

Eid Mubaraq, semoga kedepannya menjadi insan yang lebih baik

Andra dan Keluarga

Karena gak mau kalah, gue pun balas chat dia dengan ucapan selamat lebaran paling puitis, penuh makna, dan legendaris.
Walau hati gak sebening XL dan secerah MENTARI. Banyak khilaf yang buat FREN kecewa, kuminta SIMPATI-mu untuk BEBAS-kan diri dari ROAMING dosa, kita hanya bisa angkat JEMPOL pada-Nya yang selalu buat kita HOKI dalam mencari kartu AS dan STAR ONE selama hidup, kita harus FLEXI-bel untuk menerima semua pemberian-Nya dan menjalani MATRIX kehidupan ini. Semoga amal kita tidak ESIA-ESIA.

Rizqi Kautsar
(masih sendiri)
Ya, itu adalah template ucapan selamat lebaran yang udah gue pakai sejak masih SMP,  saat handphone gue masih Nokia 3310. Saat SMS belum tergantikan oleh Whatsapp dan LINE. Serta saat beban pikiran terbesar gue adalah bagaimana cara bolos ekskul setiap hari Sabtu, bukan bagaimana cara bayar cicilan sementara uang udah habis dipakai keperluan lain yang juga mendesak setiap bulannya.
.
.
.
Sianying malah curhat....... :(
Lanjut!

Berawal dari chat tersebut, Andra pun mengajak gue untuk nonton film Sabtu Bersama Bapak. Tapi karena takut nangis saat nonton, dan dua orang cowok yang nangis bareng di bioskop itu sama sekali gak keliatan macho, akhirnya kita sepakat untuk mengajak masing-masing satu teman cewek. Selain itu, kita juga sepakat untuk nonton di bioskop yang relatif sepi, agar bisa mesum tanpa ketauan lebih menikmati filmnya.

Selang beberapa hari kemudian, ketika gue akan masuk ke dalam bioskop, timbul sedikit kekhawatiran bahwa film Sabtu Bersama Bapak tidak akan sebagus novelnya. Yaa, walaupun sebenarnya sih kita gak bisa membandingkan keduanya secara langsung, karena novel dan film adalah dua genre seni yang berbeda. Tapi ketika gue melangkah keluar dari bioskop, kekhawatiran gue justru terjawab dengan baik, dan kesan yang gue dapat untuk film ini kurang lebih sebagai berikut :

     - Alur cerita

Dari sisi cerita, gue suka cara bagaimana Adhitya Mulya dan Monty Tiwa mengadaptasi bab-bab yang ada di dalam novel menjadi sebuah film berdurasi 111 menit. Meskipun gue juga merasa kalau alur pada tahap pengenalan tokoh agak terlalu cepat, namun ketika konflik masing-masing tokoh utama mulai berkembang, cerita jadi lebih mengalir dan enak untuk dinikmati.

Tak ketinggalan, ciri khas seorang Adhitya Mulya yang selalu menyisipkan unsur komedi dengan banyak pesan tersirat pun membuat film ini seperti sebuah "paket yang lengkap".

     - Tokoh

Sedangkan dari sisi tokoh, hampir semua pemain memerankan karakter yang sesuai dengan bayangan gue saat membaca novelnya. Seperti sosok Pak Gunawan (Abimana Aryasatya) yang dewasa, Ibu Itje (Ira Wibowo) yang tegar, Ayu (Sheila Dara Aisha) yang kalem, pasangan Satya - Rissa (Arifin Putra - Acha Septriasa) yang serasi, serta pemeran pendukung Firman (Ernest Prakasa) dan Wati (Jennifer Arnelita) yang otaknya gesrek.

Hanya Deva Mahenra yang menurut gue "terlalu ganteng" untuk memerankan karakter Cakra. Karena kalau kita membaca novel Sabtu Bersama Bapak, ada dua potongan kalimat yang cukup menggambarkan sosoknya, yaitu :
1. "Cakra berambut ikal dan menjadi gimbal tak terkendali setiap kali terlambat potong rambut. Itu sebabnya dia selalu memotong rambutnya pendek..." (Sabtu Bersama Bapak, hal. 10) 
2. "...jika sang kakak dan adik harus menggantungkan nyawa mereka kepada kegantengan masing-masing, Cakra akan mati lebih dulu. Dengan cepat." (Sabtu Bersama Bapak, hal. 10)  
Kesimpulan :
  • Cakra (versi novel) : gak terlalu ganteng, berambut ikal dan jadi gimbal kalau terlambat potong rambut.
  • Deva Mahenra : ganteng banget, rambut lurus.
  • Gue : gak terlalu ganteng, berambut ikal dan jadi gimbal (atau kribo) kalau terlambat potong rambut.
Dari tiga poin di atas, sangat jelas terlihat bahwa seharusnya yang memerankan karakter Cakra adalah gue. BUKAN Deva Mahenra!
Foto 4 tahun lalu, saat akting sebagai penjual stiker UI. Kurang cocok apa coba sama karakter Cakra (versi novel)? *digampar*

     - Lainnya

Secara keseluruhan, gue menyayangkan kombinasi antara cerita dan kualitas akting pemain yang cukup baik ini gak didukung dengan teknik editing yang baik pula. Efek lens flare dan blur di beberapa adegan emosional, serta color grading yang menurut gue agak kurang pas, membuat kenyamanan saat menonton sedikit terganggu. Tapi terlepas dari hal tersebut, gue tetap puas karena akhirnya salah satu novel favorit gue telah diadaptasi menjadi sebuah film dengan cukup baik.

So buat kalian yang belum sempet nonton film Suicide Squad dan Sabtu Bersama Bapak di bioskop, gue sangat merekomendasikan untuk menonton kedua film ini ketika DVD originalnya telah rilis nanti.

Last but not least, saran gue untuk para orang tua yang ingin membawa anaknya nonton di bioskop, tolong pilih film yang rating umurnya sesuai. Entah itu semua umur (SU), remaja (R) ataupun dewasa (D). Karena selalu ada kemungkinan anak kalian akan mengganggu penonton lainnya.

Seperti misalnya kejadian saat gue menonton Sabtu Bersama Bapak kemarin. Ketika film hampir sampai pada klimaksnya, semua orang fokus ke layar, suasana menjadi begitu hening, gue dan Andra pun udah siap-siap nangis kejer. Lalu tiba-tiba seorang anak kecil di samping gue teriak "Ih, mama nangis... Pah, coba liat, Pah! Mama masa nangis..."
.
.
.
.
.
Err...
.
.
.
.
.
Ini tuh ibarat mau BAB, udah jongkok, ujungnya udah keluar dan ngegantung. Tiba-tiba pintu WC didobrak orang tak dikenal dan dia teriak : "IH ADA YANG EEK... PAH, COBA LIAT, PAH! MASA ADA YANG EEK."

FAKYU!
Previous
Next Post »