Kemarin sore, saat lagi asyik ngescroll foto Uya Kuya di Instagram buat referensi outfit awal tahun, gue liat satu update dari mantan tentang buku yang lagi dia baca. Ya, kami emang udah putus. Tapi kami berdua masih cukup dekat. Karena kami sama-sama percaya, dengan berakhirnya sebuah hubungan, bukan berarti berakhir pula silaturahmi yang selama ini sudah terjalin.
*senyum ganteng*
Oke, SKIP!
Jadi intinya, gue liat Maudy Ayunda update tentang #maudyreads di Instagram, dan hal tersebut bikin gue inget kalau ada buku-buku yang udah gue beli, tapi belom sempet dibaca. Termasuk ketujuh buku yang gue beli di Big Bad Wolf bulan Mei dua tahun lalu.
Iya, BULAN MEI DUA TAHUN LALU...
Dua tahun lebih gak baca buku, ternyata cukup mengubah beberapa hal yang ada di dalam hidup gue. Misalnya kalau dulu, setiap sebulan sekali, gue baca minimal satu buku berdasarkan rekomendasi teman atau Goodreads Choice Awards. Tapi sekarang, gue jadi lebih sering mengisi hari dengan membaca tulisan-tulisan yang kurang berfaedah, seperti berita hoax di grup Facebook, berita tentang Nia Ramadhani yang akhirnya bisa ngupas kulit salak, hingga berita tentang Lucinta Luna yang ngaku mirip Lisa Blackpink. Absurd abis.
Gak cuma itu aja, perubahan lain yang gue rasakan adalah semakin terbengkalainya blog ini. Karena jangankan merangkai 300-1000 kata untuk bikin postingan, nyari beberapa kata untuk ganti password Instagram aja gue bingung. Lalu terjadilah siklus ngeselin kaya gini :
*reset password Instagram*
masukin kata pertama
Error - create a new password you haven't used before.
masukin kata kedua
Error - create a new password you haven't used before.
masukin kata ke 93
Your password has been changed successfully.
*keesokan harinya*
"password Instagram gue apa ya?"
reset password Instagram lagi. Kampret...
Padahal kalau sedikit balik ke tahun 2012, gue buat blog ini karena saat itu gue setuju dengan sebuah artikel di Huffington Post, yang bilang bahwa menulis merupakan salah satu self healing paling mujarab. Di mana kita bisa meluapkan semua jenis emosi melalui sebuah tulisan. Yaa, meskipun buat gue, gak semua tulisan yang udah gue tulis di blog ini, langsung gue publish. Karena ada beberapa yang akhirnya cuma mengendap sebagai sebuah draft. But at least, itu udah cukup buat gue ngerasa lebih lega setelah menulis.
Ada banyak topik yang sebenernya pengen gue bahas di postingan kali ini, tapi karena takut isinya terlalu panjang lalu dibikin beberapa halaman kaya berita-berita di Tribunnews, maka gue pun memutuskan hanya akan membahas 2 topik, yaitu :
*senyum ganteng*
Nama artis yang baik sama orang lagi main ayunan. Mau diayun nda? Hehe.
Jadi intinya, gue liat Maudy Ayunda update tentang #maudyreads di Instagram, dan hal tersebut bikin gue inget kalau ada buku-buku yang udah gue beli, tapi belom sempet dibaca. Termasuk ketujuh buku yang gue beli di Big Bad Wolf bulan Mei dua tahun lalu.
Iya, BULAN MEI DUA TAHUN LALU...
***
Dua tahun lebih gak baca buku, ternyata cukup mengubah beberapa hal yang ada di dalam hidup gue. Misalnya kalau dulu, setiap sebulan sekali, gue baca minimal satu buku berdasarkan rekomendasi teman atau Goodreads Choice Awards. Tapi sekarang, gue jadi lebih sering mengisi hari dengan membaca tulisan-tulisan yang kurang berfaedah, seperti berita hoax di grup Facebook, berita tentang Nia Ramadhani yang akhirnya bisa ngupas kulit salak, hingga berita tentang Lucinta Luna yang ngaku mirip Lisa Blackpink. Absurd abis.
Gak cuma itu aja, perubahan lain yang gue rasakan adalah semakin terbengkalainya blog ini. Karena jangankan merangkai 300-1000 kata untuk bikin postingan, nyari beberapa kata untuk ganti password Instagram aja gue bingung. Lalu terjadilah siklus ngeselin kaya gini :
*reset password Instagram*
masukin kata pertama
Error - create a new password you haven't used before.
masukin kata kedua
Error - create a new password you haven't used before.
masukin kata ketiga
Error - create a new password you haven't used before.masukin kata ke 93
*keesokan harinya*
"password Instagram gue apa ya?"
reset password Instagram lagi. Kampret...
Padahal kalau sedikit balik ke tahun 2012, gue buat blog ini karena saat itu gue setuju dengan sebuah artikel di Huffington Post, yang bilang bahwa menulis merupakan salah satu self healing paling mujarab. Di mana kita bisa meluapkan semua jenis emosi melalui sebuah tulisan. Yaa, meskipun buat gue, gak semua tulisan yang udah gue tulis di blog ini, langsung gue publish. Karena ada beberapa yang akhirnya cuma mengendap sebagai sebuah draft. But at least, itu udah cukup buat gue ngerasa lebih lega setelah menulis.
Ada banyak topik yang sebenernya pengen gue bahas di postingan kali ini, tapi karena takut isinya terlalu panjang lalu dibikin beberapa halaman kaya berita-berita di Tribunnews, maka gue pun memutuskan hanya akan membahas 2 topik, yaitu :
1. Tentang prestasi gue dalam menaikkan berat badan,
2. Tentang modern parenting yang cukup erat kaitannya dengan para orang tua dan calon orang tua seumuran gue.
***
Selama hampir 4 tahun kerja di tempat yang sekarang, berat badan gue naik drastis. Dari yang tadinya masih muat pakai baju ukuran S, sekarang gue harus pakai baju ukuran L. Dari yang tadinya masih muat pakai celana ukuran 30, sekarang gue harus pakai celana ukuran 35, dan dari yang tadinya badan gue atletis kaya Irfan Bachdim, sekarang badan gue jadi kaya logo Michelin...
.
.
.
.
.
Eh nggak deng, tetep kaya Irfan Bachdim. Tapi versi yang rutin makan nasi padang dan makan Indomie double setiap lagi begadang.
Well, karena penasaran, gue akhirnya coba memberanikan diri untuk nimbang berat badan. Hasilnya ternyata, berat gue naik 18kg! Atau kalau buat kalian yang gak kebayang 18kg itu kaya apa. Maka 18kg itu setara dengan 3 buah tabung gas elpiji kosong yang berwarna hijau. Itupun masih kurang 3kg lagi.
Berat badan gue bisa naik secepat itu karena setelah kerja, intensitas gue dalam berolahraga jadi sangat jarang. Dulu saat kuliah, gue lumayan sering jogging keliling UI, main bulutangkis, dan kadang-kadang main futsal. Tetapi sekarang, olahraga gue hanyalah futsal rutin bareng teman-teman kantor satu minggu sekali. Itupun gue cuma main beberapa menit dan berperan sebagai kiper. Jadi kalau misalkan orang lain futsal satu jam bisa membakar 580 kalori. Maka gue dengan futsal yang dijalani, bisa membakar -100 kalori. Karena setelah selesai futsal, gue biasanya langsung makan Indomie di daerah Petogogan atau beli ketoprak di abang-abang deket rumah... dengan porsi satu setengah.
Sejak berat badan gue naik, gak tau udah berapa banyak teman yang bertanya pada gue tentang "kok lo gemukan sih?". Sementara selama ini, gue selalu menjawabnya dengan santai atau malah bercanda. Karena kalau menurut salah seorang psikolog klinis, Tara de Thouars : "Otak kita tidak bisa memproses suatu hal yang ribet. Jadi begitu ketemu orang, yang pertama kali dilihat adalah fisiknya. Itulah yang kadang langsung diucapkan (untuk bahan basa-basi)" - link artikel. Sedangkan kalau menurut gue, hal tersebut gak cuma terbatas pada tampilan fisik aja, tapi juga pada semua yang dapat dilihat sekilas oleh mata. Seperti contohnya ketika kita sering travelling, orang lain akan bertanya "duitnya gak abis-abis yaa? kok jalan-jalan terus?". Ketika kita udah mapan + udah pacaran cukup lama, orang lain akan bertanya "kapan nikah? apalagi sih yang dicari?", dan ketika kita udah menikah, lalu punya anak sebanyak 47 orang pun gue yakin masih akan tetap ada yang bertanya "kamu kapan nambah anak lagi? Gak mau sekalian bikin JKT48 versi keluarga? Biar bisa ngalahin Gen Halilintar loh".
Kampret kuadrat...
Di samping itu semua, gue harus tetep bersyukur. Karena sepertinya gue memiliki tipe tubuh mesomorph, yang relatif lebih mudah untuk menurunkan atau menaikkan berat badan. Tinggal bagaimana gue lebih konsisten untuk mengatur pola makan dan menambah intensitas olahraga aja.
Seperti beberapa minggu lalu misalnya, gue udah mulai ngesave menu diet harian Cristiano Ronaldo yang gue temukan di timeline Twitter. Lalu weekend ini, gue juga udah mulai merencanakan untuk jogging di CFD. Yaa, walaupun baru sebatas rencana, karena pada akhirnya hari itu gue memilih untuk lanjut tidur. Tapi tenang, ini bukan wacana kok. Gue hanya sedang pada tahap mematangkan rencananya aja~
***
Last but not least, ada perubahan yang belakangan ini gue dan mungkin orang-orang seumuran gue juga rasakan, yaitu perlahan teman-teman gue banyak yang menikah. Beberapa di antaranya bahkan ada yang udah jadi orang tua. So, congrats buat kalian... Gue ikut senang! Apalagi ketika ngeliat anak-anak kalian tumbuh, meskipun hanya dari Instagram story, tapi yaa seru aja gitu. Ada yang lagi lucu-lucunya belajar merangkak, ada yang lagi bawel-bawelnya belajar ngomong, ada juga yang lagi sibuk-sibuknya belajar buat ngejokiin sidang thesis orang tuanya.
***
Selama hampir 4 tahun kerja di tempat yang sekarang, berat badan gue naik drastis. Dari yang tadinya masih muat pakai baju ukuran S, sekarang gue harus pakai baju ukuran L. Dari yang tadinya masih muat pakai celana ukuran 30, sekarang gue harus pakai celana ukuran 35, dan dari yang tadinya badan gue atletis kaya Irfan Bachdim, sekarang badan gue jadi kaya logo Michelin...
.
.
.
.
.
Eh nggak deng, tetep kaya Irfan Bachdim. Tapi versi yang rutin makan nasi padang dan makan Indomie double setiap lagi begadang.
Well, karena penasaran, gue akhirnya coba memberanikan diri untuk nimbang berat badan. Hasilnya ternyata, berat gue naik 18kg! Atau kalau buat kalian yang gak kebayang 18kg itu kaya apa. Maka 18kg itu setara dengan 3 buah tabung gas elpiji kosong yang berwarna hijau. Itupun masih kurang 3kg lagi.
Tulisan di kotak merah 》berat kosong : 5 kg
Berat badan gue bisa naik secepat itu karena setelah kerja, intensitas gue dalam berolahraga jadi sangat jarang. Dulu saat kuliah, gue lumayan sering jogging keliling UI, main bulutangkis, dan kadang-kadang main futsal. Tetapi sekarang, olahraga gue hanyalah futsal rutin bareng teman-teman kantor satu minggu sekali. Itupun gue cuma main beberapa menit dan berperan sebagai kiper. Jadi kalau misalkan orang lain futsal satu jam bisa membakar 580 kalori. Maka gue dengan futsal yang dijalani, bisa membakar -100 kalori. Karena setelah selesai futsal, gue biasanya langsung makan Indomie di daerah Petogogan atau beli ketoprak di abang-abang deket rumah... dengan porsi satu setengah.
Sejak berat badan gue naik, gak tau udah berapa banyak teman yang bertanya pada gue tentang "kok lo gemukan sih?". Sementara selama ini, gue selalu menjawabnya dengan santai atau malah bercanda. Karena kalau menurut salah seorang psikolog klinis, Tara de Thouars : "Otak kita tidak bisa memproses suatu hal yang ribet. Jadi begitu ketemu orang, yang pertama kali dilihat adalah fisiknya. Itulah yang kadang langsung diucapkan (untuk bahan basa-basi)" - link artikel. Sedangkan kalau menurut gue, hal tersebut gak cuma terbatas pada tampilan fisik aja, tapi juga pada semua yang dapat dilihat sekilas oleh mata. Seperti contohnya ketika kita sering travelling, orang lain akan bertanya "duitnya gak abis-abis yaa? kok jalan-jalan terus?". Ketika kita udah mapan + udah pacaran cukup lama, orang lain akan bertanya "kapan nikah? apalagi sih yang dicari?", dan ketika kita udah menikah, lalu punya anak sebanyak 47 orang pun gue yakin masih akan tetap ada yang bertanya "kamu kapan nambah anak lagi? Gak mau sekalian bikin JKT48 versi keluarga? Biar bisa ngalahin Gen Halilintar loh".
Kampret kuadrat...
Di samping itu semua, gue harus tetep bersyukur. Karena sepertinya gue memiliki tipe tubuh mesomorph, yang relatif lebih mudah untuk menurunkan atau menaikkan berat badan. Tinggal bagaimana gue lebih konsisten untuk mengatur pola makan dan menambah intensitas olahraga aja.
Seperti beberapa minggu lalu misalnya, gue udah mulai ngesave menu diet harian Cristiano Ronaldo yang gue temukan di timeline Twitter. Lalu weekend ini, gue juga udah mulai merencanakan untuk jogging di CFD. Yaa, walaupun baru sebatas rencana, karena pada akhirnya hari itu gue memilih untuk lanjut tidur. Tapi tenang, ini bukan wacana kok. Gue hanya sedang pada tahap mematangkan rencananya aja~
Notes: buat Mohammad Zohri, gue udah mulai merencanakan jogging lagi nih, dan kayanya akan konsisten lari. So, prepare yourself harder, ya. Asian Games 2022 kita buktikan siapa yang dipilih oleh pelatih. *senyum licik*
Cristiano Ronaldo pasti gak tau gimana enaknya sarapan pake nasi uduk + bakwan.
(sumber: twitter.com/panditfootball)
(sumber: twitter.com/panditfootball)
***
Last but not least, ada perubahan yang belakangan ini gue dan mungkin orang-orang seumuran gue juga rasakan, yaitu perlahan teman-teman gue banyak yang menikah. Beberapa di antaranya bahkan ada yang udah jadi orang tua. So, congrats buat kalian... Gue ikut senang! Apalagi ketika ngeliat anak-anak kalian tumbuh, meskipun hanya dari Instagram story, tapi yaa seru aja gitu. Ada yang lagi lucu-lucunya belajar merangkak, ada yang lagi bawel-bawelnya belajar ngomong, ada juga yang lagi sibuk-sibuknya belajar buat ngejokiin sidang thesis orang tuanya.
Satu hal yang gue pelajari dari kondisi tersebut, terletak pada perbedaan cara mendidik anak, jika dibandingkan dengan bagaimana orang tua kita mendidik anak-anaknya saat masih kecil dulu. Kalau kata salah satu podcast yang pernah gue dengar, istilahnya disebut modern parenting. Di mana cara kita mendidik anak akan semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan teknologi. Menurut gue, ada beberapa faktor yang akhirnya melatarbelakangi perubahan ini. Tapi... karena sekarang gue belum menikah dan belum punya anak, maka untuk topik modern parenting akan gue bahas lebih dalam setelah gue mengalaminya secara langsung. Yaitu ketika gue telah menjadi orang tua.
Jadi untuk postingan kali ini, gue rasa udah cukup. Sekarang gue mau lanjut main PS sambil nunggu mie goreng double + telur gue mateng~ Hahahaha.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Oh ya, kedepannya mungkin gue bakal nyoba rutin nulis postingan lagi di blog ini. Semoga bisa konsisten! See you~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Oh ya, kedepannya mungkin gue bakal nyoba rutin nulis postingan lagi di blog ini. Semoga bisa konsisten! See you~